Menia, 2 Juli 2025
Rapat Paripurna ke-9 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024-2025 digelar DPRD Kabupaten Sabu Raijua dengan mengagendakan penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi DPRD terhadap Penjelasan Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Sabu Raijua Tahun Anggaran 2024. Sejumlah catatan kritis dan rekomendasi strategis disampaikan oleh enam fraksi yang menyoroti berbagai aspek pengelolaan keuangan daerah. Perwakilan Fraksi DPRD yang membacakan pandangan umum fraksi yakni, Johanis Manu Hunga dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Karel O. Modjo Djami, S.Sos dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Eklesia S. Nyola Ruti dari Fraksi Gabungan Gerakan Hati Nurani, Weldi Dogenes Ga Loni dari Fraksi Gabungan Demokrat – PAN, Debora Babo Higa dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) dan Ari Stiven Rihi Heke, S.Sos dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI Perwakilan NTT terdapat sejumlah catatan serius dan rekomendasi strategis menjadi fokus pada pandangan fraksi DPRD. Para perwakilan Fraksi menekankan pentingnya akuntabilitas publik di setiap tahapan pengelolaan keuangan daerah, mulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban, serta mendesak pemerintah untuk segera menindaklanjuti rekomendasi BPK demi menghindari masalah berulang di masa mendatang.
Lebih lanjut, menyoroti penurunan signifikan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) di tahun 2024, yang tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, Fraksi-fraksi DPRD mendesak pemerintah untuk memberikan penjelasan mengenai rendahnya realisasi PAD dari sektor retribusi serta strategi peningkatan PAD ke depan agar tidak terus bergantung pada pemerintah pusat. Selain itu, realisasi pendapatan di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas PUPR dan Dinas PM, PTSP dan Perindag juga menjadi sorotan karena jauh di bawah target. Isu krusial lain pada tingginya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang mencapai puluhan miliar rupiah mengindikasikan belum optimalnya kinerja pemerintah daerah dalam mengelola anggaran. Hal tersebut berdampak pada penggunaan anggaran belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Di sisi pelayanan publik, DPRD menyoroti keterlambatan pendistribusian obat-obatan ke puskesmas, kurangnya tenaga medis dan dokter ahli, serta belum beroperasinya Rumah Sakit Pratama Raijua yang telah selesai dibangun. Masalah denda keterlambatan atas pekerjaan di Dinas PUPR dan Dinas PPO yang belum disetorkan ke kas daerah juga menjadi perhatian. Berbagai pandangan tersebut diharapkan menjadi masukan penting bagi Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua untuk menyempurnakan Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan, serta memastikan bahwa anggaran daerah benar-benar berdampak positif dan tepat sasaran bagi kepentingan masyarakat.