Berita Utama

KOMISI III DPRD KABUPATEN SABU RAIJUA MENINJAU RSUD MENIA

Kepada Komisi III, Naomi menyampaikan masalah serius lain yang belum tertangani adalah pihak rumah sakit juga masih berhutang sejak awal Januari 2021 hingga saat ini sebesar 2,7 juta per hari pada warung-warung lokal yang menyediakan makanan bagi para tenaga medis yang bertugas menangani pasien Covid 19, belum lagi kebutuhan pulsa listrik yang ditalangi sementara dengan uang pribadi.

Menia, 5 Februari 2021

Komisi III DPRD Kabupaten Sabu Raijua yang menangani bidang pembangunan dan kesejahteraan rakyat, hari ini Jumat, 5 Februari 2021 melakukan kunjungan ke RSUD Kabupaten Sabu Raijua di Menia untuk menelusuri sejumlah hal yang melatar belakangi adanya laporan masyarakat terkait penanganan kasus Covid 19 di Sabu Raijua yang dinilai masih jauh dari harapan.

Menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan oleh Simon P. Dira Tome, S.Pd, Wakil I DPRD Kabupaten Sabu Raijua, dr. Naomi H. Paulus, Sp.A menyampaikan bahwa saat ini hanya ada 11 orang perawat yang secara efektif dipekerjakan untuk penanganan pasien Covid 19 di RSUD Sabu Raijua. Kondisi ini menunjukan jumlah tenaga kesehatan (nakes) sangat minim dibandingkan jumlah pasien yang membutuhkan penanganan. Pengusulan kebutuhan penambahan tenaga dan pembiayaan nakes bahkan telah diajukan kepada pemerintah melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Sabu Raijua Septenius M. Bule Logo, SH.,M.Hum namun terkendala oleh belum adanya penyusunan struktur keanggotaan gugus tugas penanganan Covid 19.

Naomi menambahkan bahwa saat ini obat – obat rumah sakit yang dibutuhkan untuk pasien umum habis terpakai untuk pasien Covid 19 karena pasien yang masuk rata – rata memiliki penyakit bawaaan sehingga memerlukan obat – obatan di luar obat covid, sementara Kementerian Kesehatan hanya menanggung biaya atas obat – obat Covid 19 saja, oleh karena itu obat – obat untuk pasien umum harus diadakan kembali. Selanjutnya, perhitungan kebutuhan Barang Habis Pakai dan obat – obatan per Januari s/d Juni yang dapat dikalkulasi dan tercatat oleh dr Naomi sebesar 4,9 miliar rupiah.

Kepada Komisi III, Naomi menyampaikan masalah serius lain yang belum tertangani adalah pihak rumah sakit juga masih berhutang sejak awal Januari 2021 hingga saat ini sebesar 2,7 juta per hari pada warung-warung lokal yang menyediakan makanan bagi para tenaga medis yang bertugas menangani pasien Covid 19, belum lagi kebutuhan pulsa listrik yang ditalangi sementara dengan uang pribadi.

Selanjutnya, Wakil Ketua II DPRD Lepton Baki Boni, SE meminta agar Naomi mendahulukan rencana kebutuhan nakes karena ia menilai persediaan obat yang banyak perlu didukung oleh tenaga kesehatan yang memadai pula.

Menjawab pertanyaan Yerdinas Djita, anggota komisi III DPRD terkait penanganan pasien Covid 19 yang melakukan isolasi mandiri, Dr. Dian Mahfudz A. Saputri yang hadir pada kesempatan yang sama mengatakan setiap kasus yang ditemukan di RS diinformasikan ke Dinas Kesehatan dan karena keterbatasan nakes, RS hanya menangani pasien dengan gejala sedang dan berat hingga sesak napas sedangkan pasien dengan gejala ringan ditangani langsung oleh gugus tugas.

Selain itu menanggapi Lazarus Riwu Rohi, anggota komisi III DPRD, tentang manajemen RS dalam penanganan pasien dan penyediaan ruang, Naomi menjawab bahwa Ia telah berupaya melakukan pertemuan dengan para dokter dan perawat untuk membahas hal-hal terkait efektifitas dan efisiensi dalam penanganan pasien. Idealnya penanganan pasien sejak awal menjadi urusan gugus tugas dan pihak RS tinggal menunggu transferan pasien. Selain itu disediakan layananan call center 24 jam bagi pasien yang terkonfirmasi positif covid 19. Di RSUD sendiri terdapat 2 ruang Isolasi dengan kapasitas 11 dan 10 tempat tidur. Sedangkan bagian gedung RS eks Sekretariat DPRD disiapkan untuk ruang Iso 3.

Untuk semua permasalahan dan keluhan yang telah diutarakan oleh dr. Naomi yang didampingi oleh dr. Dian Mahfudz A. Saputri, Kepala Seksi Pengendalian dan Pengembangan Herman Kana Lomi, Karu Iso Ade Here Wila, Simon Dira Tome menyampaikan bahwa hal – hal tersebut akan menjadi catatan bagi DPRD untuk membicarakan penanganan segera tanpa menunggu proses penganggaran yang normal yang biasa dilaksanakan oleh pemerintah sementara itu secara bersamaan Simon, Lepton, Lazarus dan Yerdinas meminta agar dr. Naomi memasukan data rincian kebutuhan RS yang perlu segera ditindaklanjuti sebagai pegangan dan bahan diskusi DPRD dengan pemerintah daerah dan Dinas Kesehatan termasuk didalamnya menyangkut insentif bagi nakes yang ada di puskesmas – puskesmas. Kepada dr. Naomi dan rekan – rekan yang mewakili seluruh dokter dan tenaga medis, Simon memberikan apresiasi atas ikhtiar yang telah dilakukan selama ini untuk membantu penanganan pasien covid 19, ”Kalian adalah pahlawan bagi masyarakat Sabu Raijua” (Protokol dan Humas Sekretariat DPRD Sabu Raijua)

Print Friendly, PDF & Email

About the author

DPRD Kabupaten Sabu Raijua

Kabupaten Sabu Raijua adalah salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Kabupaten ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto pada 29 Oktober 2008 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Kupang. Kabupaten Sabu Raijua merupakan Daerah Otonom yang baru terbentuk Tahun 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2008 tanggal 26 Nopember 2008, yaitu pemekaran dari Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur di mana Kabupaten Sabu Raijua merupakan Kabupaten yang ke-21 di provinsi Nusa Tenggara Timur.