Berita Utama

Sumbang Saran Ombudsman Untuk Para Calon Kepala Daerah

Salah satu tahapan pemilihan kepala daerah pada tanggal 9 Desember 2020 nanti adalah adanya sesi debat calon bupati. Di beberapa kabupaten, tahapan itu telah berjalan. Saya mengikuti dengan serius via media sosial video streaming debat calon bupati yang diselenggarakan KPUD di beberapa kabupaten, antara lain: Kabupaten Sabu raijua, Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka. Berbagai bidang isu diperdebatkan bersama dalam tahapan itu. Dari ketiga acara debat calon bupati tersebut saya menangkap pesan semangat para calon, bahwa jika dia terpilih menjadi bupati, dirinya akan memperhatikan layanan publik kepada warga dengan membangun jalan-jalan, jembatan, embung dan lain-lain untuk kesejahteraan warganya.

Pelayanan Publik Sebagai Tugas Utama Pemerintah

Tema pelayanan publik kerap menjadi tema sentral para calon kepala daerah untuk memengaruhi pemilih bukanlah tanpa alasan. Dalam berbagai literatur ilmu pemerintahan dan ilmu administrasi negara disebutkan bahwa pemerintah pada hakekatnya hadir untuk mengemban tiga fungsi utama yaitu tugas pelayanan masyarakat (public service), tugas pembangunan (development) dan tugas pemberdayaan masyarakat (empowerment). Ketiga fungsi tersebut menjadi alasan yang mendasar mengapa diperlukan pemerintahan dalam sebuah negara. Apabila pemerintah tidak dapat mengemban ketiga misi ini secara baik maka harus dipertanyakan, apakah pemerintah masih dibutuhkan? Karena itu negara (pemerintah) wajib memberikan pelayanan berkualitas kepada public, dan masyarakat berhak menerima pelayanan secara lebih berkualitas baik itu dari aspek proses, anggaran, personil, sarana prasarana sehingga dapat menjamin bahwa masyarakat mendapat apa yang harus diperolehnya baik itu pelayanan barang, jasa dan pelayanan administratif.

Problema Pelayanan Publik

Sebagai lembaga negara yang ditugaskan untuk mengawasi kinerja aparatur negara terkait pelaksanaan pemberian pelayanan umum, Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menerima ratusan laporan setiap tahun. Angka ini belum ditambah dengan komplain masyarakat yang disampaikan kepada lembaga konsumen semisal YLKI, rubrik public service pada sejumlah media cetak dan elektronik serta LSM yang konsen menangani keluhan masyarakat di berbagai bidang. Jumlahnya mungkin mencapai angka ribuan. Banyaknya laporan yang disampaikan tersebut dapat dibaca sebagai dampak dari buruknya pelayanan administrasi yang mereka terima ketika berurusan dengan instansi pemerintah.

Buruknya pelayanan tersebut juga dapat kita rasakan saat berurusan dengan dinas/badan/unit yang membawahi bidang tugas pelayanan langsung kepada masyarakat. Mengurus KTP, kartu keluarga, akta kelahiran, surat-surat tanah, dan lain sebagainya membutuhkan waktu lama, syarat-syarat dan prosedur yang tidak jelas, biaya tambahan yang tidak dapat ditunjukan rujukan aturan pembayarannya, dan berbagai persoalan lain yang membuat pusing para penerima layanan publik.

Berikut ini beberapa substansi permasalahan pelayanan pada penyelenggara pelayanan yang diidentifikasi berdasarkan laporan atau keluhan yang disampaikan kepada kantor Ombudsman perwakilan NTT. Pertama; penyelenggara pelayanan kita belum memiliki Standar Pelayanan (SP). Standar Pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Komponen standar pelayanan dimaksud antara lain memuat; dasar hukum, persyaratan, sistem mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, sarpras/fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawas internal, penanganan pengaduan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan dan keamanan serta evaluasi kinerja pelaksana.

Data survei kepatuhan standar pelayanan publik yang dilakukan Kantor Ombudsman NTT dalam kurung waktu tahun 2016-2019 menunjukan bahwa hanya sebagian kecil saja penyelenggara pelayanan di NTT yang telah menyusun dan menetapkan Standar Pelayanan. Faktor ketiadaan standar pelayanan ini menimbulkan dampak pada aparatur kita belum sepenuhnya responsive. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas front office sampai dengan penanggung jawab. Hal ini terlihat dari banyaknya laporan masyarakat kepada lembaga ombudsman dengan substansi maladministrasi penundaan berlarut atau menunda pelayanan yang mestinya bisa segera diberikan.

Khusus pelayanan perijinan pada umumnya dilakukan melalui beberapa pintu sehingga penyelesaian pelayanan menjadi lama. Panjangnya meja birokrasi ini dimanfaatkan oleh oknum aparat atau para calo untuk meminta pungutan tambahan (pungli) sehingga biaya pelayanan menjadi mahal. Kedua; penyelenggara pelayanan kita belum memiliki Unit Pengelolaan Pengaduan Internal (UP3) yang mengatur syarat dan kepada siapa warga menyampaikan komplain jika menerima pelayanan yang tidak sesuai Standar Pelayanan (SP). Akibatnya aparatur kita kurang mau mendengar keluhan atau aspirasi masyarakat sehingga pelayanan yang diberikan apa adanya, tanpa perbaikan dari waktu ke waktu.

Saran Ombudsman

Kredibilitas pemerintah daerah saat ini sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan pelayanan publik di daerahnya. Dengan demikian pemerintah daerah yang mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat akan terus mendapat dukungan dari masyarakat. Beberapa saran berikut ini sekiranya dapat dilaksanakan jika ingin memperbaiki pelayanan publik administrative, antara lain: Pertama, penetapan standar pelayanan bagi seluruh penyelenggara pelayanan (dinas/badan/unit/BUMD) yang melaksanakan tugas pelayanan. Standar pelayanan merupakan komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu sesuai dengan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan antara lain melalui identifikasi jenis pelayanan, syarat pelayanan, prosedur pelayanan, sarana dan prasarana pelayanan, waktu dan biaya pelayanan.

Lalu yang Kedua, Pembentukan unit pengelolaan pengaduan internal pada masing-masing penyelenggara pelayanan atau satudesk pengaduan per kabupaten/kota yang penanggung jawabnya diserahkan secara khusus pada organisasi perangkat daerah tertentu. Pengaduan masyarakat merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi, sekaligus secara konsisten menjaga dan meningkatkan pelayanan yang dihasilkan agar selalu sesuai dengan standar yang ditetapkan. Karena itu perlu didesign suatu sistem pengolahan pengaduan yang secara efektif dan efisien dalam mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan di waktu yang akan datang.

Selanjutnya yang Ketiga, melakukan survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atau metode lain untuk mengetahui tingkat kepuasan penerima layanan. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan penerima layanan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas pelayanan yang diharapkan. Oleh karena itu, survei penerima pelayanan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik.

Terakhir yang Keempat, memiliki tekad yang kongkrit untuk memberantas serta mencegah maladministrasi dan perilaku koruptif (political will) dengan membuat pakta integritas dan ditandatangani bersama seluruh pimpinan organisasi penyelenggara pelayanan/perangkat daerah beserta konsekuensi yang timbul jika terjadi pelanggaran terhadap pakta integritas tersebut. Jika semua ini bisa dilaksanakan, anda sebagai Kepala Daerah telah sukses dan berhasil melaksanakan salah satu tugas utama pemerintah yakni, memberikan pelayanan publik yang berkualitas bagi semua warga. (ori-ntt, dbd)

Darius Beda Daton
Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Nusa Tenggara Timur

Print Friendly, PDF & Email

About the author

DPRD Kabupaten Sabu Raijua

Kabupaten Sabu Raijua adalah salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Kabupaten ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto pada 29 Oktober 2008 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Kupang. Kabupaten Sabu Raijua merupakan Daerah Otonom yang baru terbentuk Tahun 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2008 tanggal 26 Nopember 2008, yaitu pemekaran dari Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur di mana Kabupaten Sabu Raijua merupakan Kabupaten yang ke-21 di provinsi Nusa Tenggara Timur.